Di suatu kampung terpencil ada seorang lelaki miskin yang pekerjaannya adalah masih mengumpulkan kayu bakar karena sampai saat itu dia belum juga mendapatkan jatah pemberian kompor gratis dari pemerintah, tetapi kalaupun dia sudah mendapatkan jatah kompor gratis tersebut dia pasti akan menjualnya karena untuk membeli gas isi ulang dia harus ke pasar yang jaraknya sangat jauh.
Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari dia hanya menggantungkan penghasilannya dari menggarap tanah milik orang lain juga menjual kayu-kayu yang dikumpulkannya itu ke pasar. Hasil yang ia dapat hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang kala tak mencukupi kebutuhannya. Tetapi, ia terkenal sebagai orang yang sabar di kampungnya.
Pada suatu hari, seperti biasanya dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah cukup lama dia berhasil mengumpulkan sepikul besar kayu bakar. Ia lalu memikulnya di pundaknya sambil berjalan menuju pasar yang berjarak sekitar 15 Km. Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia lalu berteriak, “Minggir… minggir! kayu bakar mau lewat!.”
Orang-orang pada minggir memberinya jalan dan agar mereka tidak terkena ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapannya tanpa mempedulikan peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya. Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia kemudian menyeret lelaki itu ke hadapan Kepala Pasar yang kebetulan sedang lewat diantara mereka. Ia ingin menuntut ganti rugi atas kerusakan bajunya.
Sesampainya di hadapan Kepala Pasar, orang kaya itu lalu menceritakan kejadiannya serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Kepala Pasar itu lalu berkata, “Mungkin ia tidak sengaja.” Bangsawan itu membantah. Sementara si lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya Kepala Pasar mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap kali Kepala Pasar itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam. Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawab berlalu, sang Kepala Pasar akhirnya berkata pada bangsawan itu, “Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi.”
Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata, “Tidak mungkin! Ia tidak bisu Pak Kepala. Aku mendengarnya berteriak di pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!” dengan nada sedikit emosi. “Pokoknya saya tetap minta ganti,” lanjutnya.
Dengan tenang sambil tersenyum, Pak Kepala Pasar berkata, “Kalau engkau mendengar teriakannya, mengapa engkau tidak minggir?” Jika ia sudah memperingatkan, berarti ia tidak bersalah. Anda yang kurang memperdulikan peringatannya.”
Mendengar keputusan Kepala Pasar itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung. Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Says